Palembang, gradasigo — Kasus video viral yang melibatkan konten kreator Willy Salim dan aksi sosialnya memasak rendang seberat 200 kilogram yang dikabarkan hilang di Palembang terus bergulir.
Konten yang sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial ini berbuntut panjang setelah Willy Salim dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan merusak nama baik seluruh warga Sumatera Selatan, khususnya Kota Palembang. Terbaru, penanganan kasus ini dilimpahkan dari Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan ke Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Palembang.
Sebelumnya, Kepala Polda Sumsel, Inspektur Jenderal Polisi Andi Rian R Djajadi, telah mengonfirmasi bahwa laporan polisi terhadap Willy Salim telah dilimpahkan ke Polrestabes Palembang untuk ditindaklanjuti. Langkah ini diambil mengingat lokasi kejadian berada di wilayah hukum Polrestabes Palembang.
Kepala Polrestabes Palembang, Komisaris Besar Polisi Harryo Sugihartono, didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Ajun Komisaris Besar Polisi Andrie Setiawan, membenarkan adanya pelimpahan kasus tersebut. Pihaknya menyatakan telah menerima informasi mengenai pelimpahan berkas perkara Willy Salim dan siap untuk segera melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Berkas perkaranya akan kami terima secara resmi terlebih dahulu. Setelah itu, baru akan kami tindak lanjuti secepatnya. Informasi terakhir yang kami terima, berkasnya sudah berada di penyidik kami dan prosesnya sudah berjalan,” ujar Kombes Pol Harryo Sugihartono saat memberikan keterangan kepada awak media.
Lebih lanjut, Kapolrestabes Palembang menjelaskan bahwa setelah laporan diterima secara resmi dan berkas perkara dipelajari, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk memanggil Willy Salim guna dimintai keterangan terkait konten videonya yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat.
“Ya, laporan dari masyarakat akan kami terima dan pelajari terlebih dahulu. Jika dalam proses penyelidikan nanti kami membutuhkan keterangan dari yang bersangkutan, tentu saja Willy Salim akan kami panggil untuk menjalani pemeriksaan,” tegas Kombes Pol Harryo.
Kasus ini bermula dari sebuah aksi sosial yang dilakukan oleh Willy Salim di sekitar kawasan Jembatan Ampera, Palembang. Dalam acara tersebut, Willy Salim berencana untuk memasak dan membagikan rendang sebanyak 200 kilogram kepada masyarakat. Namun, kejadian tak terduga mewarnai acara tersebut.
Sebelum rendang selesai dimasak, daging sapi yang sedang diolah tiba-tiba ludes dalam sekejap. Diduga, masyarakat yang hadir menyerbu dan mengambil daging tersebut tanpa menunggu proses memasak rendang selesai.
Kejadian ini terekam dalam video yang kemudian diunggah oleh Willy Salim di akun media sosialnya dan dengan cepat menjadi viral. Reaksi masyarakat terhadap video tersebut sangat beragam. Sebagian warganet merasa terhibur dengan konten tersebut, namun tidak sedikit pula yang merasa bahwa video tersebut memberikan citra negatif terhadap warga Palembang.
Kontroversi semakin memanas setelah sejumlah tokoh masyarakat Kota Palembang angkat bicara dan menilai bahwa konten yang dibuat oleh Willy Salim telah menjatuhkan nama baik Kota Palembang. Mereka merasa bahwa video tersebut menggambarkan warga Palembang sebagai masyarakat yang tidak tertib dan cenderung anarkis.
Kekecewaan dan keberatan dari para tokoh masyarakat ini kemudian berujung pada pelaporan Willy Salim ke kantor polisi. Mereka berharap pihak kepolisian dapat menindaklanjuti laporan tersebut dan memberikan sanksi yang sesuai jika memang terbukti adanya unsur pelanggaran hukum, khususnya terkait pencemaran nama baik.
Kasus Willy Salim ini kembali menyoroti betapa besar dampak media sosial dalam membentuk opini publik. Sebuah konten yang dianggap sepele atau hanya bertujuan untuk hiburan ternyata dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius jika dinilai merugikan pihak lain.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bagi para konten kreator untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam membuat dan menyebarkan konten di media sosial. Meskipun kebebasan berekspresi dijamin oleh undang-undang, namun kebebasan tersebut juga memiliki batasan dan tidak boleh melanggar hak-hak orang lain, termasuk hak atas nama baik dan reputasi.
Dengan dilimpahkannya kasus ini ke Polrestabes Palembang, proses hukum terhadap Willy Salim akan memasuki babak baru. Pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari berbagai pihak terkait.
Jika memang ditemukan adanya unsur pidana dalam konten video tersebut, Willy Salim dapat dijerat dengan pasal-pasal yang relevan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau pasal-pasal lain yang terkait dengan pencemaran nama baik.
Masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan tentu akan terus memantau perkembangan kasus ini. Mereka berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta dapat memberikan kejelasan mengenai apakah konten yang dibuat oleh Willy Salim benar-benar telah merugikan nama baik daerah mereka atau tidak.
Kasus ini juga diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya etika dan tanggung jawab dalam bermedia sosial.