News

Keterbukaan Informasi Jadi Fondasi Pembangunan, Komisi Informasi Tekankan Peran Publik

Ketua Bidang Kelembagaan Komisi Informasi Pusat, Handoko Agung Saputro dalam kegiatan bimtek. Foto: Triantoro

Ketua Bidang Kelembagaan Komisi Informasi Pusat, Handoko Agung Saputro dalam kegiatan bimtek. Foto: Triantoro

Bandung, Gradasigo – Keterbukaan informasi publik dinilai sebagai strategi utama untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program pembangunan nasional.

Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Kelembagaan Komisi Informasi Pusat, Handoko Agung Saputro, dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa, di Aula Kwarda Bumi Kitri Pramuka, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).

“Kita tidak bisa terus menutup-nutupi informasi dari publik. Informasi yang terbuka justru memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan program-program pemerintah,” tegas Handoko.

Ia menjelaskan bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan instrumen strategis untuk membangun kepercayaan publik serta mendorong keterlibatan aktif masyarakat.

Penyampaian informasi yang transparan dan akurat diyakini mampu membuat kebijakan pemerintah lebih mudah dipahami, sekaligus menciptakan ruang partisipasi publik yang sehat. Bahkan, kritik masyarakat dinilai sebagai bentuk kontribusi konstruktif yang memperkuat tata kelola pemerintahan.

“Jika masyarakat menemukan hal yang tidak semestinya dalam proses pembangunan, mereka berhak menyampaikan masukan. Pemerintah harus membuka ruang partisipasi ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa partisipasi masyarakat menjadi syarat utama kesuksesan program, sehingga penyajian data yang valid dan tidak menyesatkan menjadi sangat penting untuk mencegah polemik di ruang publik.

Menurut Handoko, dengan dukungan SDM, teknologi, dan anggaran yang tersedia, pemerintah memiliki kapasitas untuk menyampaikan informasi yang luas dan mudah diakses oleh masyarakat. Ia juga mengingatkan bahwa penyalahgunaan informasi telah diatur dalam KUHP dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Jangan takut untuk membuka informasi publik. Jika ada penyalahgunaan, ada aturan dan sanksi pidana yang bisa dikenakan,” ujarnya.

Berdasarkan data pemantauan nasional, sekitar 80 persen instansi pemerintah telah menerapkan keterbukaan informasi publik, sementara sisanya, terutama lembaga baru dan pemerintah daerah, masih terus didorong untuk mengimplementasikannya. Digitalisasi disebut menjadi pendorong utama transformasi pelayanan informasi yang cepat dan efisien.

“Kini masyarakat tidak perlu datang langsung atau mencetak dokumen. Semua bisa diakses secara daring. Ini bagian dari demokrasi dan membangun negara bersama,” pungkas Handoko.

Dilansir dari laman infopublik.id

Related Post