Budaya

Lima Tradisi Idul Fitri di Palembang yang Kini Tinggal Kenangan

Ngelamak, kegiatan memasak ketupat dan lemak daging secara bergotong-royong di rumah keluarga besar menjelang Lebaran. Foto: sumeks.co

Ngelamak, kegiatan memasak ketupat dan lemak daging secara bergotong-royong di rumah keluarga besar menjelang Lebaran. Foto: sumeks.co

PALEMBANG, gradasigo - Sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, Palembang memiliki kekayaan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, termasuk tradisi unik yang berkaitan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan modernisasi, beberapa tradisi khas yang dulunya sangat melekat dalam perayaan Lebaran di Palembang kini mulai memudar, bahkan beberapa di antaranya sudah tidak dapat ditemui lagi.

Dirangkum dari berbagai sumber pada Jumat (28/3/2025), berikut adalah lima tradisi perayaan Idul Fitri di Palembang yang sayangnya sudah jarang atau bahkan tidak lagi terlihat saat ini:

1. Ngelamak: Memasak Gotong Royong yang Tergantikan Kepraktisan

Salah satu tradisi yang hampir tidak pernah ditemukan lagi adalah "ngelamak," yaitu kegiatan memasak ketupat dan lemak daging secara bergotong-royong di rumah keluarga besar menjelang Lebaran.

Dahulu, warga Palembang akan berkumpul bersama untuk mempersiapkan hidangan khas seperti ketupat, lontong, malbi, pindang tulang, dan sambal nanas.

Namun, kebiasaan ini kini semakin jarang dilakukan dan lebih banyak digantikan dengan cara yang lebih praktis, seperti membeli makanan jadi dari rumah makan atau memesan katering.

2. Ngabang: Berkeliling Kampung yang Tergeser Pusat Perbelanjaan

Tradisi "ngabang" atau berkeliling kampung dulunya menjadi ciri khas malam sebelum Lebaran. Anak-anak hingga orang dewasa akan berkeliling kampung untuk bersilaturahmi dan saling berbagi kebahagiaan. Mereka biasanya membawa lampion atau obor sambil mengunjungi rumah tetangga dan sanak saudara.

Sayangnya, tradisi ini kini semakin jarang terlihat karena banyak orang lebih memilih untuk menghabiskan malam takbiran di rumah atau mengunjungi pusat perbelanjaan yang semakin menjamur.

3. Jimpitan Berkat: Berbagi Rezeki yang Beralih ke Donasi Modern

Di beberapa daerah di Palembang, dahulu terdapat kebiasaan berbagi makanan atau "jimpitan berkat." Keluarga yang memiliki rezeki lebih akan membagikan makanan kepada tetangga yang kurang mampu.

Makanan yang dibagikan biasanya berupa nasi minyak, ketan, atau kue-kue khas Palembang seperti maksuba dan engkak ketan.

Seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai memudar dan tergantikan oleh sistem donasi yang lebih modern melalui lembaga-lembaga amal atau platform media sosial.

4. Takbiran dengan Perahu di Sungai Musi: Meriahnya Sungai yang Sepi

Dahulu, malam takbiran tidak hanya dirayakan di masjid atau jalanan, tetapi juga di sepanjang Sungai Musi. Warga Palembang, terutama yang tinggal di sekitar sungai, sering mengadakan pawai perahu hias sambil melantunkan takbir.

Perahu-perahu dihiasi dengan lampu minyak dan bendera warna-warni, menciptakan suasana yang sangat meriah di sepanjang sungai.

Namun, tradisi yang indah ini kini semakin jarang dilakukan karena berbagai faktor, termasuk masalah keamanan dan perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih memilih kegiatan di darat.

5. Pasar Bedug Tradisional: Kalah Saing dengan Supermarket Modern

Pasar bedug dulunya menjadi tempat yang sangat ramai dan dinantikan menjelang Lebaran. Masyarakat akan berburu berbagai bahan makanan khas untuk persiapan hari raya, seperti daging sapi, ayam, ikan, serta bumbu dapur khas Palembang.

Namun, dengan semakin banyaknya pilihan untuk berbelanja di supermarket atau pasar modern yang menawarkan kenyamanan dan kelengkapan, pasar bedug tradisional kini mulai kehilangan pamornya dan semakin jarang ditemui.

Modernisasi dan Teknologi sebagai Faktor Utama

Banyak faktor yang menjadi penyebab hilangnya beberapa tradisi perayaan Idul Fitri di Palembang. Modernisasi dan kesibukan masyarakat membuat banyak orang lebih memilih cara yang praktis dan efisien dalam merayakan Lebaran.

Perkembangan teknologi juga berperan besar dalam mengubah cara masyarakat bersilaturahmi, di mana kini banyak yang lebih memilih mengirim pesan singkat melalui media sosial dibandingkan dengan bertatap muka secara langsung.

Meskipun beberapa tradisi khas telah menghilang, semangat kebersamaan dan silaturahmi saat Lebaran di Palembang masih tetap terjaga.

Perubahan zaman memang tidak dapat dihindari, namun upaya untuk melestarikan budaya dan tradisi merupakan tanggung jawab bersama agar generasi mendatang masih dapat mengenal dan merasakan kehangatan tradisi khas Palembang yang unik ini.

Related Tag :

Related Post