News

Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial bagi Guru: Pilar Pendidikan Etis dan Inklusif Menuju Indonesia Emas 2045

AI ini seperti pisau bermata dua. Bisa jadi alat bantu yang hebat, tapi juga bisa menjadi ancaman jika kita lalai. Maka AI harus tetap berbasis manusia. Foto : Istimewa

AI ini seperti pisau bermata dua. Bisa jadi alat bantu yang hebat, tapi juga bisa menjadi ancaman jika kita lalai. Maka AI harus tetap berbasis manusia. Foto : Istimewa

Surabaya, gradasigo - Di tengah hiruk pikuk kota pahlawan yang semakin bersaing di ranah teknologi, sebuah gerakan senyap tapi masif tengah dimulai. Training of Trainer (ToT) Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) bagi guru jenjang pendidikan dasar dan menengah resmi digelar di Surabaya. Ini bukan sekadar pelatihan. Ini adalah detik pertama dari lonceng perubahan pendidikan digital Indonesia.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, berdiri mantap di hadapan para peserta. Dengan nada yang tidak hanya memberi informasi, tapi menggugah kesadaran, ia menyampaikan:

“Batch 3 ini tidak hanya pelatihan teknis. Kita sedang membangun revolusi cara berpikir.”

Ia tak sekadar bicara soal teknologi. Yang dibawa dalam setiap katanya adalah misi kemanusiaan: memastikan teknologi, secerdas apa pun, tetap berakar pada nilai-nilai etis dan tanggung jawab sosial.

“Kita tidak ingin anak-anak hanya bisa bikin gim atau aplikasi. Kita ingin mereka tumbuh jadi pribadi yang punya etika digital, rasa aman, dan tanggung jawab,” tegasnya.

Kecerdasan Artifisial: Peluang atau Ancaman?
Mengutip data dari Stanford University, Wamen Fajar menyebut Indonesia sebagai salah satu negara paling optimistis terhadap perkembangan AI. Namun, ia mengingatkan: optimisme tanpa nilai adalah pintu masuk ke dehumanisasi.

“AI ini seperti pisau bermata dua. Bisa jadi alat bantu yang hebat, tapi juga bisa menjadi ancaman jika kita lalai. Maka AI harus tetap berbasis manusia,” ujarnya penuh penekanan.

Ia mengajak para guru untuk membangun yang disebutnya sebagai Digital Citizenship — sikap melek teknologi yang berakar pada nilai, bukan sekadar kecepatan adaptasi.

Guru Dilatih Jadi Pionir, Bukan Sekadar Pengguna
Direktur Guru Pendidikan Dasar, Rachmadi Widiharto, menjelaskan bahwa pelatihan ini dirancang bukan untuk mencetak teknokrat semata, tapi untuk membentuk para fasilitator pendidikan digital yang mampu membina guru-guru lain di daerahnya. Targetnya? Tak main-main: 59.546 guru dari seluruh provinsi di Indonesia akan mendapat dampak dari gelombang pelatihan ini.

“Kami tidak berjalan sendiri. Kami bermitra dengan 90 lembaga penyelenggara diklat (LPD) terbaik, menggunakan pendekatan andragogi, problem-based learning, hingga simulasi mengajar,” jelas Rachmadi.

Metode yang digunakan mendorong peserta untuk aktif, berkolaborasi, dan mengaitkan teori dengan praktik nyata. Setiap sesi ditutup dengan refleksi mendalam, agar peserta tak hanya “paham materi”, tapi juga siap membawa perubahan.

Suara dari Lapangan: Kesan Peserta
Di sela pelatihan, berbagai peserta berbagi pandangannya. Mereka datang dari latar belakang berbeda, dari SD negeri di pelosok hingga SMK unggulan di kota besar. Tapi satu hal menyatukan mereka: semangat untuk menjadi bagian dari sejarah.

“Dulu saya pikir coding itu dunia asing buat guru. Tapi di sini saya sadar, coding itu jembatan menuju masa depan anak-anak,”
— Afifah, Salah seorang peserta dari Surabaya.

“Yang saya suka, kami nggak disuapi teori. Kami diajak praktik, diskusi, bahkan simulasi ngajar. Ini bukan pelatihan, ini pengalaman hidup,”
— Dwi Purnomo, LPD LIBMI dari Jombang.

“Refleksinya bikin kami sadar: kami bukan sekadar pengajar, tapi pembentuk arah digital bangsa,”
— Ihfi, guru SMKN 1 Mejayan Kabupaten Madiun.

Menuju Indonesia Emas 2045
Program ini menjadi bagian dari langkah besar menuju Indonesia Emas 2045, sebagaimana yang disebut Wamen Fajar. Tanpa lompatan signifikan dalam pendidikan digital, mimpi besar itu bisa jadi sekadar wacana.

“Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi kita bisa menyiapkan generasi masa depan yang bukan hanya melek digital, tapi dewasa digital?” ucap Wamen Fajar menutup sambutannya.

Dari Surabaya, gelombang ini menyebar — bukan hanya membawa pengetahuan teknis, tapi juga nilai kemanusiaan. Inilah pendidikan masa depan: tempat di mana manusia dan mesin bisa tumbuh bersama, saling memahami, dan saling menjaga.

Catatan Redaksi:
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program ini, masyarakat dapat mengunjungi:
Website: kemdikbud.go.id
X: @Kemdikdasmen
Instagram: @kemendikdasmen
Facebook: Kemendikdasmen
YouTube: KEMDIKDASMEN
Layanan aduan: ult.kemdikbud.go.id

Related Post