Yogyakarta, gradasigo - Yogykarta sebuah kota yang kaya akan warisan budaya dan sejarah, menyimpan berbagai peninggalan purbakala yang memukau.
Salah satunya adalah Candi Banyunibo, sebuah mahakarya arsitektur kuno yang terletak di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berada di kawasan yang juga menjadi rumah bagi candi-candi terkenal lainnya seperti Candi Barong, Candi Ijo, dan kompleks Ratu Boko, keberadaan Candi Banyunibo menambah kekayaan lanskap sejarah yang mempesona di dataran Prambanan.
Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, candi ini tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur masa lalu tetapi juga menyimpan cerita sejarah yang menarik untuk ditelusuri.
Nama Candi Banyunibo sendiri berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu "banyu" yang berarti air dan "nibo" yang berarti jatuh atau menetes, sehingga secara keseluruhan bermakna "air yang jatuh atau menetes".
Sebuah hal yang menarik adalah kenyataan bahwa di sekitar area candi tidak ditemukan adanya sumber air alami maupun tetesan air yang signifikan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai latar belakang pemilihan nama tersebut. Kemungkinan, nama ini memiliki makna simbolis yang lebih dalam, terkait dengan filosofi agama Buddha yang mungkin pernah berkembang di kawasan ini, atau merujuk pada sebuah kondisi geografis atau peristiwa sejarah masa lalu yang kini tidak lagi terlihat.
Menilik jejak sejarahnya, Candi Banyunibo diperkirakan dibangun sekitar abad ke-9 Masehi, pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Kuno.
Sebagai peninggalan dari salah satu kerajaan besar di Jawa pada masanya, candi ini menjadi saksi bisu perkembangan peradaban dan kebudayaan Jawa kuno.
Abad ke-9 merupakan periode penting dalam sejarah Jawa Tengah, di mana seni, arsitektur, dan kehidupan beragama mengalami perkembangan yang pesat di bawah kekuasaan Mataram Kuno.
Keberadaan Candi Banyunibo pada masa ini menunjukkan betapa aktifnya kegiatan pembangunan tempat ibadah dan simbol keagamaan di kawasan Prambanan.
Secara keagamaan, Candi Banyunibo memiliki corak agama Buddha. Hal ini terlihat jelas dari adanya stupa yang terletak di bagian atas candi utama, sebuah elemen arsitektur yang khas dalam agama Buddha.
Stupa di Candi Banyunibo memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter. Selain candi utama, terdapat pula enam candi perwara yang berbentuk stupa dan mengelilingi bangunan utama.
Candi-candi perwara ini dulunya berjumlah enam, dengan tiga di sisi selatan dan tiga di sisi timur candi induk. Dalam tradisi Buddha, fungsi candi seperti Banyunibo umumnya adalah sebagai tempat ibadah dan kegiatan keagamaan, berbeda dengan candi Hindu yang seringkali memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah.
Di dinding candi juga terdapat relief Dewi Hariti, seorang dewi dalam agama Buddha yang melambangkan kesuburan dan perlindungan terhadap anak-anak.
Selain itu, terdapat pula relief yang kemungkinan menggambarkan Vaisravana, suami Dewi Hariti, serta tokoh Kuwera. Keberadaan elemen-elemen ikonografi Buddha ini semakin menguatkan identitas keagamaan Candi Banyunibo.
Candi Banyunibo ditemukan kembali sekitar tahun 1940-an. Beberapa catatan menyebutkan penemuan terjadi pada bulan November tahun 1940, sementara ada pula sumber yang lain mengindikasikan tahun 1932.
Pada saat ditemukan, kondisi candi ini sangat memprihatinkan karena bangunannya telah runtuh dan terkubur di dalam tanah. Setelah penemuan tersebut, penelitian dan penggalian arkeologis segera dilakukan, dimulai sekitar tahun 1940 hingga 1942.
Upaya pemugaran dan pelestarian Candi Banyunibo dilakukan dalam beberapa tahap. Pemugaran pertama kali dilaksanakan pada tahun 1943.
Fase awal ini berfokus pada rekonstruksi bagian alas (soubasement), kaki candi, tubuh candi, serta pagar sisi utara bangunan utama.
Kemudian, pemugaran tahap kedua dilakukan pada rentang tahun 1976 hingga 1978, yang berhasil menyelesaikan rekonstruksi atap dan stupa puncak candi induk.
Sayangnya, kondisi candi-candi perwara yang mengelilingi candi utama sudah terlalu rusak sehingga tidak dapat dipugar kembali. Meskipun demikian, upaya penelitian dan pelestarian terus berlanjut, seperti yang ditunjukkan oleh kegiatan ekskavasi penyelamatan cagar budaya yang dilakukan pada tahun 2021.
Dari segi arsitektur, Candi Banyunibo merupakan candi tunggal dengan ukuran 15,3 x 14,25 meter dan tinggi mencapai 14,25 meter. Atap candi sendiri memiliki ketinggian sekitar 2,75 meter.
Bangunan utama candi ini terbuat dari batu andesit yang kokoh. Sementara itu, enam candi perwara yang berbentuk stupa dibangun menggunakan batu putih yang lebih rentan terhadap pelapukan.
Fondasi masing-masing stupa perwara memiliki ukuran hampir sama, yaitu 4,80 x 4,80 meter. Candi Banyunibo memiliki ruangan di dalamnya yang dapat dimasuki oleh pengunjung, dengan batasan maksimal lima orang dan durasi 15 menit setiap kali masuk.
Di sisi utara candi, terdapat tembok batu sepanjang 65 meter yang membentang dari barat ke timur. Pada bagian dalam candi utama terdapat tiga relung yang dihiasi dengan Kala Makara, yang mengindikasikan kemungkinan adanya arca di dalamnya pada masa lalu.
Selain itu, terdapat pula jalawadra atau saluran air di setiap sisi candi kecuali sisi barat, yang dihiasi dengan kepala Kala Makara.
Pintu masuk candi yang terletak di sisi barat dilengkapi dengan tangga yang pangkal pipi tangganya dihiasi dengan kepala sepasang naga, dan di depan pintu masuk terdapat relief seekor singa.
Keindahan Candi Banyunibo juga terletak pada hiasan dan relief yang menghiasi hampir seluruh bagian candi. Dinding kaki candi dibagi menjadi beberapa bidang yang diisi dengan pahatan berupa hiasan tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot bunga, motif daun, sulur, serta bunga.
Salah satu relief yang menarik adalah penggambaran Dewi Hariti yang dikelilingi anak-anak kecil, yang kemungkinan besar melambangkan kesuburan.
Relief lain yang ditemukan di dinding masuk bilik candi adalah relief Wisrawana atau Kuwera, salah satu dari Catur Lokapala yang dicirikan dengan perut besar.
Di dinding luar candi, terdapat kemungkinan penggambaran Bodhisattva berdiri yang diapit oleh dewa-dewi yang duduk bersila di atas jendela, yang mungkin merepresentasikan dewi Tara.
Terdapat juga relief lain yang kondisinya cukup rusak di dinding timur bilik candi yang menggambarkan seorang pria duduk bersila dengan tangan terlipat, kemungkinan merupakan gambaran donatur atau pelindung candi.
Candi Banyunibo sering dijuluki sebagai "Si Sebatang Kara". Julukan ini diberikan karena letaknya yang cukup terpencil, berdiri sendiri di tengah lahan pertanian berupa ladang tebu dan persawahan, jauh dari kompleks candi-candi besar lainnya.
Keunikan lokasi ini memberikan suasana tersendiri bagi pengunjung yang mencari ketenangan dan keindahan alam sekaligus warisan sejarah.
Meskipun berdiri sendiri, Candi Banyunibo tetap menjadi bagian dari lanskap Prambanan yang kaya akan peninggalan sejarah Hindu dan Buddha.
Keberadaan candi Buddha seperti Banyunibo di tengah dominasi candi Hindu di kawasan Prambanan, termasuk Candi Prambanan itu sendiri, serta dekat dengan Candi Sewu yang juga bercorak Buddha, menunjukkan adanya toleransi dan harmoni antarumat beragama pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
Bagi para wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi Candi Banyunibo, lokasinya berada di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Candi ini tidak terlalu jauh dari berbagai daya tarik wisata lain di kawasan Prambanan. Mengingat lokasinya yang terbuka dan dikelilingi oleh ladang dan sawah, pengunjung disarankan untuk membawa penutup kepala seperti topi atau payung guna melindungi diri dari terik matahari.
Akses menuju candi mungkin lebih mudah menggunakan kendaraan pribadi, karena transportasi umum yang melewati area ini mungkin terbatas.
Namun, perjalanan menuju Candi Banyunibo akan terbayar dengan suasana yang tenang dan pemandangan alam yang memanjakan mata.
Sebagai kesimpulan, Candi Banyunibo merupakan sebuah peninggalan bersejarah yang sangat berharga dari masa Kerajaan Mataram Kuno, menjadi bukti keberadaan agama Buddha di kawasan Prambanan pada abad ke-9.
Keberadaannya tidak hanya memperkaya khazanah sejarah Indonesia tetapi juga memberikan gambaran tentang harmoni kehidupan beragama di masa lampau.
Melalui keindahan arsitektur dan reliefnya, Candi Banyunibo mengajak kita untuk merenungkan kembali kejayaan masa lalu dan pentingnya menjaga warisan budaya yang tak ternilai ini untuk generasi mendatang.
Artikel ini dirangkum dari berbagai sumber