Gaya Hidup

Jangan Anggap Sepele Kebiasaan Makan Es Batu, Bisa Jadi Pertanda Masalah Kesehatan Serius

Ilustrasi es batu. Foto: dok. PIXABAY/PUBLICDOMAINPICTURES

Ilustrasi es batu. Foto: dok. PIXABAY/PUBLICDOMAINPICTURES

Jakarta, gradasigo — Di tengah cuaca panas yang kerap melanda, es batu menjadi salah satu solusi instan untuk menyegarkan dahaga. Sensasi dinginnya memang nikmat dan mampu melegakan tenggorokan yang kering. Namun, tahukah Anda bahwa kebiasaan mengonsumsi es batu, yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sepele, ternyata dapat menyimpan risiko kesehatan yang tidak boleh diabaikan?

Bahkan, keinginan untuk makan es batu secara terus-menerus bisa menjadi pertanda adanya masalah kesehatan yang lebih mendasar, seperti anemia atau stres.

Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai bahaya yang mengintai di balik kebiasaan makan es batu, termasuk alasan medis yang mendasarinya serta dampak jangka panjang yang mungkin timbul bagi kesehatan tubuh.

Mengunyah es batu memang memberikan sensasi dingin dan segar yang seketika terasa melegakan, terutama saat tubuh terasa panas atau sedang mengalami mual.

Menurut informasi dari laman All Recipes, kebiasaan ini seringkali menjadi pilihan praktis untuk meredakan kondisi tersebut. Akan tetapi, jika kebiasaan ini dilakukan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang, berbagai risiko kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan gigi, tidak boleh dianggap remeh.

Salah satu bahaya utama dari kebiasaan makan es batu adalah potensi kerusakan gigi. Tekstur keras es batu dapat menyebabkan enamel gigi terkikis secara perlahan.

Enamel, yang merupakan lapisan terluar dan terkuat pada gigi, berfungsi melindungi lapisan di dalamnya dari kerusakan akibat asam dan bakteri. Ketika enamel terkikis, gigi menjadi lebih rentan terhadap berbagai masalah, seperti timbulnya retakan kecil, bahkan memicu sensitivitas gigi terhadap suhu panas atau dingin.

Dalam kasus yang lebih ekstrem, kebiasaan makan es batu secara terus-menerus dapat menyebabkan gigi patah dan memerlukan perawatan khusus dari dokter gigi.

Lebih dari sekadar kebiasaan biasa, keinginan yang kuat dan kompulsif untuk makan es batu bisa menjadi tanda dari kondisi yang disebut pagophagia.

Berdasarkan informasi dari laman Medical News Today, pagophagia merupakan salah satu bentuk dari pica, yaitu gangguan makan yang ditandai dengan keinginan yang tidak terkendali untuk mengonsumsi benda-benda yang bukan termasuk kategori makanan, seperti tanah, sabun, kapur, atau bahkan es batu.

Pagophagia seringkali memiliki akar dari kondisi medis yang mendasarinya, salah satunya adalah anemia defisiensi besi. Anemia jenis ini terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang bertugas membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Salah satu teori yang berkembang adalah bahwa mengunyah es batu dapat memberikan sensasi waspada atau segar sementara pada otak penderita anemia. Sensasi dingin dari es batu dipercaya dapat membantu meredakan beberapa gejala anemia, seperti kelelahan dan kesulitan berkonsentrasi, meskipun efeknya hanya bersifat sementara.

Anemia defisiensi besi tidak hanya menyebabkan tubuh mudah merasa lelah dan lemas, tetapi juga dapat berdampak serius pada kesehatan jantung. Dalam jangka panjang, jika anemia tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat memicu pembesaran jantung (kardiomegali) atau bahkan gagal jantung, di mana jantung tidak mampu memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh.

Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kebiasaan yang sangat sering mengunyah es batu tanpa alasan yang jelas, sangat penting untuk segera memeriksakan kadar zat besi dalam tubuhnya ke dokter.

Selain keinginan untuk makan es batu, gejala lain yang mungkin menyertai anemia defisiensi besi biasanya berupa kulit pucat, tubuh terasa lemas dan mudah lelah, jantung berdebar-debar (palpitasi), dan napas terasa pendek.

Pemeriksaan darah sederhana dapat membantu mendiagnosis anemia, dan konsumsi suplemen zat besi sesuai anjuran dokter dapat membantu mengatasi kekurangan zat besi dan secara bertahap mengurangi kebiasaan makan es batu yang kompulsif.

Selain anemia defisiensi besi, kebiasaan makan es batu juga dapat muncul sebagai respons terhadap faktor emosional dan mental. Orang yang sedang mengalami tingkat stres yang tinggi, memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD), atau gangguan kecemasan terkadang mengembangkan pica, termasuk keinginan untuk makan es batu, sebagai mekanisme pelampiasan atau cara untuk mengatasi perasaan negatif yang mereka alami.

Dalam kasus ini, mengatasi akar permasalahan emosional atau mental melalui terapi atau pengobatan yang tepat dapat membantu menghilangkan kebiasaan makan es batu.

Dalam beberapa kasus lain, keinginan yang kuat untuk makan es batu juga bisa muncul sebagai respons terhadap dehidrasi ringan, terutama saat tubuh kekurangan cairan dan merasa haus yang berlebihan.

Dalam kondisi ini, mengunyah es batu mungkin terasa menyegarkan dan membantu meredakan rasa haus untuk sementara waktu. Namun, penting untuk diingat bahwa cara terbaik untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan minum air putih atau cairan elektrolit yang cukup, bukan hanya mengandalkan es batu.

Meskipun mengunyah es batu mungkin terlihat sebagai kebiasaan yang tidak berbahaya dan seringkali dianggap sebagai cara sederhana untuk mengatasi rasa panas atau mual, penting untuk menyadari bahwa kebiasaan ini dapat menjadi sinyal dari adanya masalah kesehatan yang lebih mendasar, baik dari segi fisik maupun psikologis.

Oleh karena itu, jika Anda atau orang di sekitar Anda memiliki kebiasaan makan es batu yang sering dan sulit dikendalikan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Mengabaikan sinyal dari tubuh dapat berakibat buruk bagi kesehatan jangka panjang.

Related Post