- Bandung, gradasigo - Kabar mengejutkan datang dari lingkungan dunia medis di Kota Bandung (11 April 2025). Seorang dokter muda yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Padjadjaran (Unpad), diduga melakukan pemerkosaan terhadap tiga perempuan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Polda Jawa Barat, melalui Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol. Surawan, menyampaikan bahwa dua korban baru telah melapor, menyusul pengakuan awal dari FH (21), seorang kerabat pasien, yang lebih dahulu mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya.
Modus Terstruktur, Tapi Sunyi
Menurut keterangan penyidik, pelaku menjalankan aksinya secara individual, namun tetap berada dalam sistem pelayanan medis. Ironisnya, saat memberikan layanan kepada pasien, pelaku didampingi oleh dokter utama. Ini mengundang tanya besar soal sejauh mana sistem pengawasan di institusi medis dan pendidikan dokter dijalankan secara ketat.
“Pelaku diduga memanfaatkan posisinya sebagai tenaga medis untuk melakukan tindakan yang tidak hanya melanggar etika profesi, tetapi juga hukum pidana,” ujar Surawan.
Pasal Berlapis Menanti
Pelaku dikenai pasal berlapis, salah satunya Pasal 64 KUHP yang mengatur tentang kejahatan yang dilakukan berulang kali, dengan ancaman hukuman maksimal 17 tahun penjara. Namun desakan publik muncul agar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga diterapkan dalam kasus ini.
Kampus dan Rumah Sakit Masih Bungkam
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Unpad maupun RSHS. Netizen di media sosial mempertanyakan transparansi dan sikap proaktif dari kedua institusi ini.
“Bukan hanya soal oknum, ini soal sistem. Kalau ada celah sampai bisa terjadi seperti ini di ruang medis, siapa yang bertanggung jawab?” tulis akun X @lawansunyi.
Dampak Sosial: Trauma dan Ketakutan Membara
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang yang dianggap simbol kepercayaan—dokter—meninggalkan luka yang dalam, tidak hanya bagi korban tetapi juga masyarakat luas. Organisasi pendamping korban kekerasan seperti LBH APIK Jawa Barat menyebut bahwa banyak korban kekerasan seksual di institusi pendidikan dan rumah sakit tidak melapor karena takut tidak dipercaya.
“Ini jadi alarm keras bahwa relasi kuasa antara pasien, keluarga pasien, dan tenaga medis sangat rentan dimanipulasi jika tidak ada pengawasan,” kata Nurhayati, aktivis perempuan dari Bandung.
Panggilan Untuk Berani Bicara
Polda Jabar membuka hotline khusus untuk korban yang ingin melapor atau mencari perlindungan. "Kami minta siapa pun yang mungkin mengalami kejadian serupa, jangan takut. Kami siap dampingi secara hukum dan psikologis," tegas Kombes Surawan.
Kasus ini bukan sekadar kriminal biasa. Ini refleksi dari sistem yang harus dibenahi. Dunia medis harus menjadi tempat yang aman dan profesional, bukan ruang predator berselubung jas putih.