Sleman, gradasigo — Perjalanan hidup Bambang Sutrisno, seorang mantan pekerja migran Indonesia (PMI), penuh dengan liku-liku dan tantangan. Sempat merasakan pahitnya kegagalan usaha hingga bangkrut, Bambang akhirnya berhasil bangkit dan kini menuai kesuksesan sebagai pengusaha produk kulit lumpia, pangsit, dan dimsum dengan merek 'Jempol Food'.
Siang itu, suasana di bangunan rumah yang sekaligus berfungsi sebagai kantor dan tempat produksi 'Jempol Food' milik Bambang di kawasan Sleman tampak ramai dan produktif. Bambang, yang biasanya berpenampilan santai, terlihat mengenakan batik. Rupanya, ia sedang bersiap menyambut kedatangan tamu istimewa, yaitu Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding.
Sambil menunggu kedatangan sang menteri, Bambang menyempatkan diri berbagi cerita tentang perjalanan hidupnya, mulai dari merantau ke negeri orang hingga mencapai titik kesuksesan seperti saat ini.
Semuanya berawal dari niatnya untuk bekerja di luar negeri pada tahun 2005. Korea Selatan menjadi negara tujuannya, dengan harapan dapat mengumpulkan modal untuk membangun usaha di kampung halaman.
"Niat saya untuk ke luar negeri itu murni untuk mencari modal usaha, karena latar belakang keluarga kami dulu juga dari kalangan yang kurang mampu," ungkap Bambang seperti dilansir dari detikJogja, Rabu (16/4/2025).
Setelah bekerja di Korea Selatan selama beberapa tahun, tepatnya sekitar tahun 2011, pria yang dikenal ramah dan murah senyum ini memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Saat itu, Bambang merasa percaya diri dengan jumlah uang yang berhasil dikumpulkannya selama bekerja di negeri ginseng.
Dengan modal yang ia miliki, Bambang kemudian memutuskan untuk berinvestasi di bidang budi daya ikan gurami. Namun, sayangnya, usaha pertamanya ini tidak berjalan sesuai harapan dan berakhir dengan kegagalan total.
"Nah, usaha pertama saya setelah pulang dari Korea itu adalah budi daya ikan gurami. Ternyata, usaha tersebut gagal dan seluruh uang yang saya investasikan di situ habis semuanya tanpa sisa," kenang Bambang dengan nada sedikit getir.
Dari pengalaman pahit tersebut, Bambang menyadari bahwa membangun sebuah usaha tidak hanya membutuhkan modal finansial semata, tetapi juga memerlukan ilmu pengetahuan yang mumpuni, jaringan yang luas, serta berbagai keterampilan manajemen lainnya.
Meskipun sempat terpuruk akibat kegagalan usaha pertamanya, semangat Bambang untuk bangkit kembali tidak pernah padam. Di tengah masa sulit tersebut, ia mendengar kabar bahwa usaha kulit lumpia milik seorang temannya sedang mengalami kesulitan keuangan yang parah hingga terancam gulung tikar. Bahkan, rumah teman Bambang tersebut dikabarkan akan segera disita oleh pihak bank karena gagal membayar cicilan.
Mendengar kabar tersebut, teman Bambang itu kemudian datang menemuinya untuk meminta bantuan. Merasa iba dengan kondisi temannya, Bambang tergerak untuk memberikan pertolongan.
Bentuk bantuannya adalah dengan memberikan mobil pribadinya kepada sang teman untuk digunakan melunasi sebagian utangnya. Sebagai gantinya, Bambang mengambil alih usaha kulit lumpia temannya yang sedang bangkrut tersebut.
"Saya bantu teman saya itu karena dia benar-benar sedang kesulitan keuangan, rumahnya bahkan mau disita bank. Kemudian saya berikan mobil saya untuk dia gunakan melunasi utangnya, dan sebagai gantinya, dia menyerahkan usaha kulit lumpianya yang kondisinya saat itu sudah hampir bangkrut kepada saya," tutur Bambang.
Pengalaman bekerja di Korea Selatan ternyata menjadi modal yang sangat berharga bagi Bambang dalam mengembangkan usaha kulit lumpia yang baru ia ambil alih. Selama bekerja di Korea, ia banyak belajar tentang berbagai aspek manajemen, mulai dari cara mengatur karyawan, mengelola keuangan, hingga strategi pemasaran yang efektif.
"Ketika saya mengakuisisi usaha teman saya itu, dia sangat senang dan lega sekali. Dia merasa usahanya yang sudah mau bangkrut ini ada yang menyelamatkan. Tapi, di sisi lain, saya melihat ada peluang besar dalam usaha ini. Ibaratnya, saya membeli mobil Mercy dengan harga becak," imbuh Bambang, menggambarkan potensi besar yang ia lihat dalam usaha kulit lumpia tersebut.
Kunjungan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding ke tempat usaha 'Jempol Food' milik Bambang pada Rabu (16/4) memberikan apresiasi yang tinggi terhadap keberhasilan mantan PMI tersebut.
Menteri Karding mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan Bambang ini patut dijadikan contoh bagi para pekerja migran lain yang ingin kembali ke tanah air dan membangun usaha. Menurutnya, kesuksesan tidak selalu membutuhkan tempat usaha yang mewah dan besar, namun yang terpenting adalah kemauan, kerja keras, dan manajemen yang baik.
"Pak Bambang ini adalah contoh nyata bahwa untuk membangun sebuah usaha yang sukses, tidak perlu tempat yang kelihatan megah atau besar. Lihat saja di sini, tempatnya sederhana, tapi beliau bisa mempekerjakan 40 orang karyawan dengan omzet minimal Rp 500 juta per bulan. Ini sangat luar biasa," kata Menteri Karding usai melakukan kunjungan kerja di 'Jempol Food' yang berlokasi di Godean, Sleman.
Lebih lanjut, Menteri Karding melihat bahwa segala upaya yang dilakukan oleh Bambang dalam mengembangkan usahanya sangat dipengaruhi oleh gaya manajemen yang ia pelajari selama bekerja di Korea Selatan.
"Ini, menurut saya, sangat inspiratif. Dan yang menarik dari perusahaan ini adalah satu, manajemen sumber daya manusianya, pengelolaan perusahaannya, itu meniru persis seperti yang diterapkan di Korea. Ini satu hal yang sangat menarik," ujarnya.
Menteri Karding juga menyoroti perhatian Bambang terhadap kesejahteraan para karyawannya. "Sehingga betul-betul jaminan untuk para pekerjanya itu lengkap. Semua asuransi ada, ada tabungan untuk investasi dalam bentuk emas, bahkan ada tabungan khusus untuk perlindungan mereka. Asuransinya pun lengkap. Jadi, menurut saya, ini adalah model usaha yang sangat-sangat menarik dan patut ditiru," imbuh Menteri Karding, memberikan pujian atas komitmen Bambang terhadap kesejahteraan karyawannya.
Kisah sukses Bambang Sutrisno ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama para pekerja migran Indonesia yang memiliki mimpi untuk kembali ke tanah air dan membangun usaha sendiri.
Dengan kerja keras, ketekunan, dan kemampuan untuk melihat peluang, kesuksesan bukanlah hal yang mustahil untuk diraih. Pengalaman bekerja di luar negeri pun dapat menjadi modal berharga dalam mengembangkan usaha di Indonesia, terutama dalam hal kedisiplinan dan manajemen yang efektif.