Yogyakarta, gradasigo - Cumi-cumi cincin, atau ring calamari, adalah hidangan yang tak asing bagi pencinta boga bahari. Digoreng garing dengan balutan tepung renyah, ia menjadi primadona di berbagai restoran. Namun, di balik kelezatan kuliner yang populer ini, tersembunyi sejumlah fakta ilmiah dan biologis yang jauh lebih menarik daripada sekadar cara memasaknya.
Secara teknis, istilah calamari seringkali merujuk pada spesies cumi-cumi tertentu yang dianggap memiliki tekstur daging lebih lembut dan ukuran yang lebih besar dibandingkan cumi-cumi biasa (squid). Salah satu spesies yang paling umum diolah menjadi cincin adalah Loligo opalescens (cumi-cumi pasar) atau Todarodes pacificus (cumi-cumi terbang Pasifik).
Bagian yang digunakan untuk membuat "cincin" sejatinya adalah mantel atau tubuh cumi-cumi yang berbentuk tabung. Mantel ini dipotong melintang, menghasilkan bentuk lingkaran sempurna yang membedakannya dari olahan cumi-cumi lain.
Fakta Menarik: Cumi-cumi adalah anggota kelas Cephalopoda, yang secara harfiah berarti "kaki di kepala." Mereka berkerabat dekat dengan gurita dan nautilus, memiliki sistem saraf yang kompleks, menjadikannya salah satu invertebrata paling cerdas di lautan.
Kecepatan dan Manuver Aerodinamis
Cumi-cumi, termasuk jenis yang diolah menjadi cincin, adalah predator yang sangat cepat. Mereka menggunakan sistem propulsi jet yang unik. Mereka menarik air ke dalam rongga mantel dan kemudian memaksanya keluar melalui sifon atau corong otot.
- Jet Propulsion: Mekanisme ini memungkinkan mereka mencapai kecepatan tinggi untuk melarikan diri dari predator seperti paus atau anjing laut. Beberapa spesies cumi-cumi bahkan dapat meluncur keluar dari air dan terbang jarak pendek (flying squid)—sebuah manuver yang membutuhkan adaptasi hidrodinamika yang luar biasa.
Kamuflase dan Komunikasi Warna
Salah satu aspek cumi-cumi yang paling memukau adalah kemampuannya untuk mengubah warna kulitnya dalam sekejap. Ini bukan sekadar mekanisme kamuflase pasif, melainkan sebuah bentuk komunikasi visual yang kompleks.
Perubahan warna dikendalikan oleh ribuan organ kecil di bawah kulit yang disebut kromatofora. Setiap kromatofora mengandung kantung pigmen dan dikelilingi oleh serat otot yang dikontrol secara sadar oleh otak cumi-cumi.
Contoh: Cumi-cumi dapat mengubah kulitnya menjadi pola bergaris-garis yang rumit untuk memikat pasangan, atau meniru tekstur karang di sekitarnya untuk menghindari deteksi. Ini adalah salah satu tampilan evolusi komunikasi non-verbal yang paling cepat dan adaptif di dunia hewan.
Tinta Pertahanan yang Bernutrisi
Saat terancam, cumi-cumi melepaskan awan tinta hitam pekat. Tinta ini mengandung pigmen melanin tinggi dan berfungsi sebagai umpan visual yang membingungkan pemangsa, memberi waktu bagi cumi-cumi untuk melarikan diri.
Secara kuliner, tinta cumi (terkadang disebut squid ink atau nero di seppia) digunakan dalam masakan, seperti pada pasta dan risoto, menambah rasa umami yang kaya dan warna hitam legam yang dramatis.
Perspektif Keberlanjutan
Mengingat popularitas global calamari, perhatian terhadap keberlanjutan pasokan sangat penting. Beberapa populasi cumi-cumi ditangkap secara berlebihan, sementara yang lain, karena siklus hidupnya yang cepat dan reproduksi massal, relatif tahan terhadap tekanan penangkapan ikan.
Para ilmuwan kelautan terus memantau stok cumi-cumi global, dan konsumen disarankan untuk memilih cumi-cumi yang berasal dari perikanan yang bersertifikat berkelanjutan untuk membantu menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Kesimpulan:
Cumi-cumi cincin adalah bukti bahwa makanan populer bisa memiliki kisah yang mendalam. Dari sistem propulsi jet yang mengesankan hingga bahasa visual kromatofora yang memukau, setiap irisan cincin calamari menawarkan lebih dari sekadar kelezatan: ia adalah jendela menuju keajaiban biologi lautan dalam.

Fidarisafeb Nur Laili