News

Pemerintah Perkuat Koridor Gajah Sumatera, Wujud Nyata Komitmen Presiden Prabowo dalam Konservasi Satwa Terancam Punah

Kementerian Kehutanan RI menegaskan komitmennya dalam mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan dan melestarikan populasi Gajah Sumatera. Foto: doc kehutanan.go.id

Kementerian Kehutanan RI menegaskan komitmennya dalam mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan dan melestarikan populasi Gajah Sumatera. Foto: doc kehutanan.go.id

Gradasigo - Kementerian Kehutanan RI menegaskan komitmennya dalam mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan dan melestarikan populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang saat ini berstatus Critically Endangered menurut IUCN. Salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah melalui penguatan pengelolaan koridor gajah di 22 lanskap kunci di Pulau Sumatera dengan dukungan Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) dan organisasi mitra seperti WWF Indonesia.

Menteri Kehutanan dalam konferensi persnya usai Rapat Koordinasi dan Evaluasi Program Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) Aceh menjelaskan, pengelolaan koridor gajah yang saat ini tersisa di Sumatera akan ditangani secara ilmiah dan realistis di lapangan, dengan target utama memperbaiki habitat, menurunkan konflik manusia-gajah, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal.

“Kita akan bekerjasama dengan FKGI untuk mengusut ini sebaik-baiknya, dengan scientific-based yang realistis untuk dikerjakan di lapangan,” ujar Menhut.

Ia melanjutkan jika saat ini tercatat ada 22 lanskap koridor gajah di Sumatera yang masih tersisa, dengan populasi sekitar 1.100 individu.

Program PECI Aceh menjadi model awal yang sedang dikembangkan di kawasan konsesi PT THL di Takengon, Aceh Tengah. Lokasi ini terdiri dari dua blok utama seluas 21.000 hektare dan 14.000 hektare, yang saat ini diperkirakan dihuni oleh sekitar 67 ekor gajah liar. Program konservasi ini dilaksanakan melalui kerja sama Kementerian Kehutanan, WWF Indonesia, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal.

Adapun aktifitas-aktifitas yang telah dan sedang dilakukan meliputi: Pendataan ulang populasi gajah menggunakan teknologi seperti geospasial dan pemantauan lapangan. Kemudian perbaikan habitat melalui penanaman pakan alami, pembangunan salt licks (sumber mineral), serta penyediaan kubangan air, serta pemberdayaan masyarakat di 12 desa penyangga melalui sistem agroforestry berkelanjutan yang ramah gajah (gajah tidak merusak), dengan komoditas utama seperti kopi, kakao, pinang, dan durian, sekaligus sebagai langkah mitigasi konflik dengan melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi, termasuk penyediaan pakan transisi agar gajah tidak masuk ke permukiman.

Direktur Eksekutif/Chief Executive Officer (CEO) WWF Indonesia, Aditya Bayunanda menambahkan bahwa tantangan utama di lapangan adalah konflik manusia dan gajah akibat perubahan fungsi lahan, serta hilangnya habitat alami.

“Karena selama ini mungkin beberapa wilayah yang sudah menjadi habitat mereka telah berubah menjadi sebuah kebun dan sebagainya. Nah ini yang harus kita rekayasa supaya mereka lebih betah di wilayah yang tadi disebutkan Pak Menteri sebagai core area gajah ini, sehingga nanti jumlah konfliknya akan berkurang. Kalau menghentikan mereka sama sekali untuk tidak keluar-keluar dari core area itu kan memang tidak mungkin,” jelas Aditya.

Lebih lanjut, Menteri Kehutanan menegaskan bahwa model PECI Aceh akan menjadi pilot project yang akan dievaluasi secara berkala untuk diadaptasi ke koridor gajah lainnya di Sumatera. Strategi konservasi ini bukan hanya soal menyelamatkan spesies langka, tetapi juga menjaga martabat dan kekayaan bangsa Indonesia.

Ia menganalogikan Gajah Sumatera sebagai harga diri kita, harga diri bangsa, oleh karena itu Menhut mengajak kolaborasi semua pihak menjaga aset kekayaan bangsa tersebut, sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Dilansir dari laman kehutanan.go.id

Related Post