Magelang, gradasigo — Di satu Minggu pagi yang cerah di Magelang, pemandangan tak biasa tersaji di area sebuah kedai kopi. Sekitar 20-an orang terlihat berpencar, masing-masing asyik menekuni buku di tangan mereka. Uniknya, mereka bukanlah sekelompok teman yang datang bersama; banyak di antara mereka yang tadinya tak saling mengenal.
Momen kebersahajaan ini berlangsung selama satu jam penuh, di mana keheningan hanya dipecah oleh suara halaman buku yang dibalik. Hingga tiba waktu yang dinanti, orang-orang itu lantas meriung, duduk melingkar, dan mulai berbagi cerita, bukan tentang kehidupan pribadi mereka, melainkan isi dan makna dari bacaan yang baru saja mereka selami.
Itulah gambaran rutin dari aktivitas yang digagas oleh Kisti melalui Sundayreads Club, sebuah klub baca yang telah konsisten menggelar pertemuan dua pekan sekali di Magelang sejak pertama kali didirikan pada tanggal 1 Juli 2023.
Kegiatan ini berawal dari keresahan dan keinginan pribadi Kisti, seorang karyawan swasta berusia 26 tahun. Merasa jenuh dengan rutinitas sehari-hari yang monoton, Kisti rindu untuk kembali menyelami dunia buku yang pernah menjadi bagian hidupnya.
Namun kali ini, ia ingin pengalaman membaca itu menjadi lebih kaya dengan cara membagikannya bersama orang lain. Dari keinginan sederhana itu, Kisti mencoba mencari klub baca yang sudah ada di Magelang. Hasilnya, ia tak menemukan klub baca yang secara rutin melakukan kegiatan membaca bersama. Kalaupun ada, biasanya hanya digelar pada momen-momen tertentu saja.
Tak kehilangan akal, Kisti pun iseng mencoba membuat sendiri sebuah klub baca. Ia membuka pendaftaran peserta secara terbuka, mencoba menjaring siapa saja yang memiliki minat serupa. Gayung bersambut, enam orang berhasil ia jaring pada tahap awal.
Menariknya, keenam orang ini sama sekali tidak dikenal oleh Kisti sebelumnya. Pertemuan perdana pun disepakati untuk digelar di lapangan Resimen Induk Komando Daerah Militer (Rindam) IV/Diponegoro, Magelang. Namun, pertemuan pertama itu berakhir tidak sesuai harapan.
“Totally failed. Banyak distraksi karena car free day di sekitar lapangan,” ujar Kisti, lulusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Semarang itu, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (20/4/2025), mengenang pengalaman awal yang kurang mulus.
Sesuai dengan namanya, Sundayreads Club, aktivitas utama klub baca ini memang hanya dilakukan pada hari Minggu. Pilihan hari Minggu ini didasari jadwal Kisti yang masih bekerja pada hari Sabtu, meskipun hanya setengah hari. Format pertemuan pun dibuat sederhana namun efektif.
Kegiatan diawali dengan sesi membaca tanpa sedikit pun berbicara selama satu jam penuh. Setiap peserta bebas membaca buku apa saja yang mereka bawa. Setelah satu jam membaca dalam diam, sesi berikutnya adalah waktu untuk berbagi dan menceritakan isi buku yang telah dibaca.
Setiap peserta diberi kesempatan untuk menceritakan garis besar buku, bagian menarik, atau pandangan mereka terhadap bacaan tersebut.
Pengalaman trial and error di pertemuan perdana di lapangan Rindam menjadi pelajaran berharga. Keriuhan dan distraksi di lokasi terbuka tersebut membuat kegiatan membaca menjadi tidak nyaman.
Kisti lantas memilih alternatif lokasi yang lebih tenang untuk pertemuan berikutnya. Taman Ahmad Yani, yang relatif tenang meskipun berada di tepi jalan raya, menjadi pilihan. Seiring dengan bergulirnya waktu dan bertambahnya peserta, lokasi membaca pun menjadi lebih bervariasi, diselingi dari satu kedai kopi ke kedai kopi lain yang menawarkan suasana nyaman untuk membaca dan berdiskusi.
Seiring berjalannya waktu, Kisti melihat adanya peningkatan antusiasme peserta yang mengikuti kegiatan Sundayreads Club. Lima bulan setelah didirikan, jumlah peserta yang hadir di setiap pertemuan sudah mencapai belasan orang. Kini, jumlah peserta yang rutin hadir setiap pertemuan berkisar di angka 20 orang. Para peserta setia Sundayreads Club ini akrab disapa dengan sebutan “Teman Sunday”.
Kisti menekankan bahwa tidak ada syarat khusus untuk bisa bergabung atau mengikuti kegiatan Sundayreads Club.
“Tidak ada syarat khusus, cukup bawa buku apa saja yang mau dibaca. Kalaupun cuma datang dan belum punya buku, juga nggak apa-apa. Aku juga menyediakan beberapa buku yang bisa dipinjam atau dibaca di tempat,” tuturnya.
Sifat inklusif inilah yang membuat Sundayreads Club terasa ramah bagi siapa saja yang tertarik untuk membaca dan bersosialisasi dalam lingkungan yang santai.
Untuk menarik massa lebih banyak dan memperkenalkan Sundayreads Club ke khalayak yang lebih luas, Kisti memanfaatkan media sosial, khususnya Instagram.
Ia memegang kendali penuh atas akun Instagram Sundayreads Club (@sundayreads.club) untuk memastikan setiap unggahan sesuai dengan penjenamaan atau branding klub. Upaya ini cukup berhasil, terbukti sampai saat ini akun Instagram Sundayreads Club telah memiliki 1.268 pengikut, menunjukkan adanya minat yang signifikan dari masyarakat terhadap kegiatan ini.
Setidaknya selama 1,5 tahun menjalankan klub baca ini, Kisti merasakan adanya perubahan positif pada karakter peserta dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
Ia mengamati, misalnya, peserta yang awalnya memiliki kepribadian tertutup atau pemalu, lambat laun menjadi lebih terbuka dan berani berpendapat dalam sesi diskusi.
Ada pula peserta yang sebelumnya tidak memiliki kebiasaan membaca atau hanya membaca sesekali, kini menjadi tertarik dan lebih suka membaca buku setelah rutin mengikuti kegiatan Sundayreads Club.
Kisti menyatakan, antusiasme peserta dan pengaruh positif yang didapat oleh para Teman Sunday setelah rutin membaca dan bercerita bersama ini jauh melebihi bayangannya saat pertama kali mendirikan klub ini. Dampak positif ini tidak hanya dirasakan oleh peserta, tetapi juga oleh Kisti sendiri sebagai pendiri.
“Aku juga jadi berkembang banyak lewat Sundayreads. Aku awalnya itu lumayan socially awkward, agak canggung bersosialisasi,” aku Kisti jujur.
Ia merasakan titik balik di mana ia mulai benar-benar menikmati dan merasa nyaman menjalankan Sundayreads justru setelah melewati sekitar lima pertemuan awal. Proses membangun dan berinteraksi dalam komunitas ini membantunya mengatasi kecanggungan sosial tersebut.
Sundayreads Club didirikan oleh Kisti tanpa menggunakan konsep keanggotaan yang formal atau terikat. Ia mengaku secara pribadi tidak suka terikat dengan struktur komunitas yang terlalu kaku. Meskipun begitu, perjalanan Sundayreads Club tidak sepenuhnya ia jalani sendirian.
Kawan-kawan yang aktif dan memiliki komitmen terhadap klub baca ini turut membantunya dalam merancang konsep membaca setiap pekan penyelenggaraan, termasuk memilih lokasi, menentukan tema diskusi (jika ada), dan memastikan kelancaran acara. Semangat kolaborasi ini menjadi salah satu kunci keberlangsungan Sundayreads Club.
Kecintaan Kisti terhadap buku bukanlah sesuatu yang ia warisi dari lingkungan keluarga. Ia tidak lahir dan tumbuh dalam keluarga pecinta buku. Kisti kecil menemukan keasyikan membaca melalui eksplorasinya sendiri di perpustakaan sekolah dasar.
Dari sanalah, tumbuh rasa penasaran yang besar untuk memperluas cakupan bacaannya, yang kemudian diakomodasi dengan lebih baik setelah ia duduk di bangku sekolah menengah hingga kuliah.
Melalui Sundayreads Club, Kisti memiliki keinginan yang kuat untuk menularkan kegemaran membaca buku secara inklusif, tanpa membuat kegiatan ini terkesan elit atau hanya untuk kalangan tertentu. Ia ingin membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan dan dapat diakses oleh siapa saja, terlepas dari latar belakang pendidikan atau kebiasaan membaca sebelumnya.
Tidak berlebihan rasanya jika gerakan literasi akar rumput seperti Sundayreads Club yang diinisiasi oleh anak muda ini menyerupai langkah perjuangan yang pernah dilakukan oleh RA Kartini. Kartini, pada tahun 1903, juga berupaya keras mengupayakan akses pendidikan bagi kaum perempuan melalui pendirian sekolah kursus yang sederhana.
Sama halnya dengan Kartini yang membuka pintu pendidikan bagi perempuan pada zamannya, Kisti melalui Sundayreads Club membuka pintu dan ruang yang ramah bagi siapa saja di Magelang untuk kembali menemukan dan menumbuhkan kecintaan pada membaca, sebagai bentuk pemberdayaan diri dan pengembangan wawasan.
Sundayreads Club di Magelang menjadi bukti bahwa gerakan literasi bisa dimulai dari inisiatif sederhana, tumbuh dari kegelisahan pribadi, dan memiliki dampak luar biasa dalam membangun komunitas, meningkatkan minat baca, serta mendorong pengembangan diri para anggotanya.
Keberlangsungannya selama 1,5 tahun menunjukkan bahwa ada kebutuhan dan antusiasme masyarakat terhadap ruang-ruang literasi yang inklusif dan menyenangkan.