Gaya Hidup

Studi Ungkap Hubungan Tak Terduga, Pola Makan Tinggi Lemak dan Karbohidrat Tingkatkan Risiko Kanker Paru-Paru

Ilustrasi Kanker Paru Paru. Foto: dok. .health365.id

Ilustrasi Kanker Paru Paru. Foto: dok. .health365.id

Jakarta, gradasigo — Selama ini, kesadaran masyarakat tentang risiko kanker paru-paru umumnya terfokus pada kebiasaan merokok dan paparan polusi udara. Namun, sebuah studi terbaru yang inovatif telah membuka tabir mengenai faktor risiko lain yang mungkin selama ini terabaikan: pola makan.

Penelitian ini secara khusus menyoroti adanya kaitan antara pola makan tinggi lemak dan karbohidrat dengan peningkatan risiko jenis kanker paru-paru yang paling umum, yaitu adenokarsinoma paru-paru, yang menyumbang sekitar 40 persen dari seluruh kasus kanker paru di dunia.

Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of Florida dan University of Kentucky ini menemukan bahwa molekul glikogen, yang merupakan bentuk penyimpanan dari gula sederhana (glukosa) di dalam tubuh, berpotensi menjadi "bahan bakar" yang mempercepat pertumbuhan sel-sel kanker paru-paru.

Temuan ini memberikan perspektif baru dalam memahami perkembangan penyakit mematikan ini.

Para peneliti menggunakan teknik canggih yang dikenal sebagai spatial metabolomics. Teknik ini memungkinkan mereka untuk memetakan molekul-molekul kecil, termasuk glikogen, secara langsung di dalam jaringan tubuh dengan tingkat detail yang luar biasa.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar glikogen secara signifikan lebih tinggi pada jaringan paru-paru manusia yang terkena adenokarsinoma dibandingkan dengan jaringan paru-paru yang sehat atau jaringan yang terkena jenis kanker paru-paru lainnya.

"Platform ini memberikan kami cara baru untuk memvisualisasikan penyakit pada tingkat molekuler. Dengan teknologi ini, kami dapat mengungkap pola dan interaksi molekuler yang sebelumnya tidak terlihat dengan detail dan kedalaman yang luar biasa," ungkap Dr. Ramon Sun, seorang ahli biologi molekuler dari University of Florida, yang terlibat dalam penelitian ini.

Untuk memperkuat temuan awal mereka, para peneliti melakukan serangkaian pengujian pada model hewan, yaitu tikus. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tikus yang diberi pola makan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat mengalami pertumbuhan kanker paru-paru yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Sebaliknya, ketika kadar glikogen "dihambat" atau dihilangkan dari jaringan tumor pada tikus, pertumbuhan tumor menjadi jauh lebih lambat.

Temuan ini mengindikasikan bahwa glikogen, yang diproduksi oleh tubuh dari kelebihan karbohidrat yang tidak segera digunakan sebagai energi, dapat menyediakan "energi ekstra" bagi sel-sel kanker untuk tumbuh dan berkembang biak dengan lebih cepat.

Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa pola makan, terutama pola makan modern yang cenderung tinggi lemak dan karbohidrat olahan, dapat menjadi faktor risiko serius untuk perkembangan adenokarsinoma paru-paru.

Meskipun penelitian lebih lanjut pada manusia masih diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan langsung antara pola makan dan kanker paru-paru, hasil awal dari studi ini membuka pintu bagi pendekatan pencegahan yang lebih komprehensif.

Jika hubungan ini terbukti pada manusia, maka strategi pencegahan kanker paru-paru tidak hanya akan terbatas pada upaya pengendalian rokok dan polusi udara, tetapi juga akan mencakup anjuran untuk mengadopsi pola makan yang lebih sehat.

"Dalam jangka panjang, pendekatan pencegahan kanker harus meniru keberhasilan kampanye anti-rokok, yaitu dengan meningkatkan kesadaran publik mengenai faktor-faktor risiko dan mendorong strategi kebijakan yang mempromosikan pola makan sehat sebagai bagian mendasar dari pencegahan penyakit," kata Dr. Sun, menyoroti pentingnya perubahan paradigma dalam upaya pencegahan kanker paru-paru.

Namun, penting untuk dicatat bahwa peningkatan kadar glikogen ini hanya ditemukan pada jaringan yang terkena adenokarsinoma paru-paru. Pada jenis kanker paru-paru lain, seperti karsinoma sel skuamosa, kadar glikogen tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Hal ini menunjukkan bahwa efek pola makan terhadap risiko kanker paru-paru mungkin bersifat spesifik terhadap jenis kanker tertentu dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme yang mendasarinya.

Pola Makan sebagai Faktor Risiko yang Terabaikan

Penemuan ini menjadi pengingat penting bahwa kesehatan paru-paru kita tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor eksternal seperti rokok dan polusi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh apa yang kita konsumsi setiap hari.

Sebagaimana daging merah dan alkohol telah lama dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker hati dan pankreas, kini pola makan tinggi lemak dan karbohidrat berpotensi ditambahkan ke dalam daftar faktor risiko kanker paru-paru, khususnya adenokarsinoma.

"Selama ini, kanker paru-paru tidak dianggap sebagai penyakit yang terkait erat dengan pola makan," jelas Dr. Sun.

"Tetapi penelitian ini membuka kemungkinan baru dan menarik, bahwa apa yang kita makan setiap hari mungkin juga memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan penyakit ini." imbuhnya.

Penelitian lengkap mengenai temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah terkemuka Nature Metabolism. Publikasi ini diharapkan menjadi titik awal yang penting untuk eksplorasi lebih mendalam mengenai bagaimana pola makan kita dapat menjadi alat pencegahan kanker yang lebih efektif di masa depan, khususnya untuk kanker paru-paru jenis adenokarsinoma.

Implikasi dari penelitian ini sangat luas dan berpotensi mengubah cara kita memandang pencegahan penyakit kanker secara keseluruhan.

Related Post